Impulsivitas Seksual

impulsivitas seksual

impulsivitas seksual

Impulsivitas Seksual

Penderita inpulsivitas seksual tidak mampu mengendalikan perilaku seksual mereka, terkait dalam aktivitas seksual yang sering dan sembarangan. Kelainan ini telah memperoleh perhatian yang luas sejak awal 1980-an, sebagain besar memulai penerbitan buku berjudul : Out of Shadow : Understanding Sexual Addiction karangan Carnes (1983)

Karakeristik

Impulsivitas seksual kadang mengacu pada desakan seksual atau kecanduan seksual, namun istilah ini tidak sesuai (Barth & Kinder, 1987), karena gambaran umum kelainan tersebut tidak mencakup desakan atau kecanduan yang sebenarnya, namun cenderung kurangnya pengendakian dorongan hasrat seksual. Penderita kelainan ini dikuasi sek, merasa tidak terkendali didorong  untuk mencari hubungan seksual yang akan disesali kemudian.  Dorongan ini mirip dengan yang dilaporkan dalam kelainan pengendalian diri lainnya, melibatkan keadaan yang didalamnya seseorang ditekan oleh kebutuhan berhubungan seks. Seringkali, impulsivitas seksual terjadi di banyak hubungan seksual dala suatu jangka waktu yang jelas, bahka reiko penyakit dan penanganannya.

Benar adanya bagi penderita kelainan kontrol implus, penderita perilaku inpulsivitas seksual tidak terkendali disertai dengan kemampuan untuk melakukan peran sosial dan pekerjaan yang wajar.  Mereka mereas sangat tertekan dengan perilaku mereka, dan melakukan hubungan seksual yang mereka cenderung merasa sedih, putus asa, dan malu. Meskipun beberapa penderita impulsivitas seksual dimakan oleh kebutuhan tetap melakukan masturbasi, kebanyakan mencari pasangan, biasanya dengan orang yang tidak mereka kena, dan tida terlibat lebih jauh ketimbang hubungan seksual dengan orang yang tak dikenal.

Kebanyakan penyelidikan rinci impulsivitas seksual dilakukan dengan sample pria homoseksual dan iseksual (Quadland, 1985). Pada kelompok ini, impulsivitas seksual terjadi dengan  lebih dari 29 pasangan perbulan dan lebih dari 2000 hubungan seksual yang berbeda selama hidup mereka. Mereka secara berkala berhubungan sek di lingkungan umum dan memakai alkohol atau obat-obatan saat berhubungan sek, dan biasanya mereka memiliki sedikit sejarah hubungan jangka panjang.

Teori dan perlakuan

Merupakan penjelasan-penjelasan yang paling mengena pada unsur-unsur pembentuk kebebasan seksual yang berhubungan dengan sistem keluarga dan teori mengenai tingkah laku. Kebasan seksual dapat disebabkan baik oleh sikap yang terlalu membatasi terhadap seks atau sebagai suatu akibat dari pengabaian dan penyimpangan di dalam suatu keluarga (Coleman, 1987). Keluarga-keluarga dengan pandangan yang bersifat terlalu membatasi atas pengetahuan seks dianggap turut bersalah jika dipandang dari adanya perilaku pencarian-kenikmatan. Anak akan menjadi tertutup dan gelisah menghadapi perkembangan seksualnya. Satu reaksi lingkungan emosional tersebut akan berkembang menjadi suatu kelainan fungsi seksual tubuh, seperti kelainan keengganan seksual. Contoh ekstrim yang lain, anak mungkin berperilaku menyimpang secara seksual. Semakin orang tua berusaha untuk mengekang seksualitas anak, semakin anak berkeinginan untuk melakukan secara diam-diam dalam pengejaran seksual. Pada saat anak-anak seperti itu sudah memasuki masa remaja, pengejaran seksual akan menjadi suatu bagian yang tidak dapat dikendalikan dari hidup mereka.

Dalam kasus masa kanak-kanak yang diabaikan dan disakiti, anak yang disakiti merasakan kesepian dan kesedihan, dan mencari seks sebagai pelarian sementara dari rasa sakit hatinya. Anak yang merasa tidak bahagia cenderung untuk mencari pelampiasan seksual dengan jalan lari dari anggota keluarga yang menyakiti atau mengabaikan. Sebab kepuasan seksual dapat menjadi suatu penyembuh yang kuat, sangat sulit untuk memisahkan pengertian antara lari dari kesedihan dan penyimpangan seksual. Lama-kelamaan anak berfikir untuk bergantung pada seksualitas dan aktivitas pelarian lain seperti makan terlalu banyak atau penyalahgunaan obat. Setelah dewasa, individu seperti itu dapat menjadi pecandu alkohol atau obat maupun seks (Schwartz& Brasted, 1985).

Mungkin dalam beberapa kasus kelainan seksual disebabkan oleh hormon testosterone yang sangat tinggi yang menyebabkan individu menjadi hypersexual (Berlin& Meinecke, 1981; Gagne, 1981). Jelas disebutkan dalam ilmu fisiologi pada respon seksual, faktor biologi penting bagi pertimbangan dalam kasus pemahaman kelainan seksual.

Perlakuan pada kelainan seksual melibatkan suatu kombinasi dari komponen-komponen yang muncul dari kesadaran diri, perilaku, dan sistem pendekatan keluarga. Terapi kesadaran diri tertuju pada pengangkatan konflik dasar permasalahan individu yang memotivasi perilaku tersebut. Konflik ini meliputi memecahkan permasalahan nonseksual melalui cara seksual, kebutuhan penenteraman hati, dan perasaan tidak aman dari segi seksual (Weissberg& Levay, 1986). Teknik perilaku meliputi pengaruh penolakan secara terselubung, dimana individu dilatih untuk berpandangan buruk mengenai perilaku seksual menyimpang (McConaghy dan kawan-kawan, 1985). Teknik lain meliputi perilaku pengurangan, pemberian bentuk aktivitas alternatif, dan metoda membangkitkan rasa percaya diri individu yang rendah (Schwartz& Brasted, 1985). Keikutsertaan terapi keluarga atau pasangan penting bagi klien-klien dengan perilaku seksual berlebihan dalam konteks hubungan erat jangka panjang. Pendekatan ini tertuju pada peningkatan komunikasi antara klien dengan pasangan klien dan mebangun hubungan mereka untuk memperbaiki tidak berfungsinya pola interaksi yang berpengaruh pada masalah seksual  (Sprenkle, 1987).

Jika melibatkan kejahatan seksual oleh orang lain, pengobatan antiandrogenik terkadang digunakan untuk mengurangi tingkat hotmon testosteronnya. Metoda ini melibatkan sebagian dari keprihatinan serupa yang terdapat pada perawatan terhadap pelaku kejahatan seksual.

Seperti halnya dengan penyimpangan lain dengan dorongan pengendalian diri, terapi berkelompok nampak bermanfaat dalam perawatan pada kelainan seksual (Quadland, 1985). Unsur-unsur keberhasilan pendekatan berkelompok meliputi dukungan kawan senasib, konfrontasi, dan ketersediaan alternatif hubungan sosial.