Hubungan Kecemasan Dengan Agresivitas

agresi dan kecemasan

agresivitas

Hubungan Kecemasan Dengan Agresivitas

Perilaku agresif yang sering kita hadapi di tengah masyarakat menunjukkan gejala yang cukup memprihatinkan, secara kualitas sangat meningkat. Tindakan agresif yang dilakukan bukan saja terjadi secara musiman, melainkan sudah menjadi kebiasaan bahkan terencana dan sangat beragam misalnya ketika kita menonton TV pada acara Sergap, kita melihat bentuk tindakan agresif mulai dari perkelahian, pengrusakan, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan dan tindakan kriminal lainnya. Berkowitz (1995) menyatakan agresif adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun psikis. Bus dan  Perry (1992) membagi agresi menjadi : agresi fisik(phicikal aggrsion), agresi Verbal ( verbal Agresion), Kemarahan( Anger), permusuhan ( hostility).

Dasar Munculnya Agresif

Untuk menjelaskan faktor dasar dari munculnya perilaku agresif dapat ditinjau dari beberapa pendekatan. Menurut Baron dan Byrne (1997) mengelompokkan agresif menjadi 3 pendekatan yaitu pendekatan biologis, Pendekatan Eksternal dan Pendekatan Belajar.

  1. 1.       Pendekatan biologis

Adalah pendekatan yang mengatakan bahwa tingkah laku organisme termasuk di dalamnya tingkah laku agresif bersumber atau ditentukan oleh faktor bawaan yang sifatnya biologis.

  1. 2.       Pendekatan eksternal

Penyebab timbulnya perilaku agresif adalah faktor ekternal, faktor tersebut merupakan faktor penting dalam pembentukan perilaku agresif. Ada beberapa faktor penting yang mendasari munculnya agresif tersebut antara lain frustasi, kekecewaan karena hambatan yang dihadapi individu dalam mencapai suatu tujuan.

 

  1. 3.       Pendekatan belajar.

Pendekatan belajar mengatakan bahwa perilaku agresif terbentuk karena adanya faktor pembelajaran dari lingkungan sekitarnya melalui pengamatan langsung atau mengamati perilaku orang lain dan agresif merupakan perilaku yang terbentuk karena faktor tersebut.

 

Bertolak dari uraian di atas maka dapat dikatakan sumber munculnya tingkah laku agresif dapat juga dari faktor bawaan yang bersifat biologis, faktor eksternal dalam hal ini situasi-situasi lingkungan yang mengakibatkan seseorang stres, kecewa akibat adanya hambatan dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu di dalam kehidupannya dan agresif itu juga bisa terjadi akibat adanya proses imitasi yang dilakukan terhadap apa yang ditangkap lewat indera.

Pendekatan kognitif. Menurut Beck (1967) bahwa pikiran negative merupakan penyimpangan berpikir ( distorsi koknitif), satu di antaranya adalah berpikir ekstrim. Agresi di akibatkan karena adanya kegagalan, kekurangan atau ketidak mampuan anak dalam memproses informasi sosil.

Pendekatan emosional, peristiwa emosional adalah berbagai peristiwa atau pengalaman yang telah lalu, yang mempengaruhi kondisi dan perasaan sseorang, yang berefek pada perilakunya. Peristiwa emosional dalam kehidupan cenderung diingat dengan jelas meskipun kadang mengalami penyimpangan dari keadaan yang sebenarnya, peristiwa-peristiwa tersebut dapat berpengaruh terhadap reaksi emosi dan prilakunya dalam menghadapi stimulasi.  Seseorang yang   kurang mendapatkan afeksi dan penolakan orangtua merupakan penyebab utama perilaku menyimpang terutama anti social. Dan orang yang mengalami perilaku anti social menunjukan perilaku tidak bertanggungjawab dan anti social dengan bekerja tidak konsisiten, melanggar hokum, mudah tersinggung, mudah tersinggung dan agresif secara fisik, tidakmau membayar utang, dan semberono cerobo (Langbehn& Gadort, 2001).

Emosi

            Pada umumnya perbuatan kita sesehari disertai oleh perasaan – perasaan tertentu, yaitu perasaan senang, tidak senang mewarnai kehidupan kita sehari- hari disebut warna efektif. Jika warna efektif ini kuat maka perasaan lebih mendalam, lebih luas dan terarah perasaan seperti ini disebut emosi.

Menurut Albin (1993) emosi adalah perasaan yang kita alami , misalnya rasa senang, sedih, marah, cemas, cinta dan sebagainya. Sedangkan Goleman( 1997) menganggap emosi adalah suatu keadaan mental yang melibatkan aspek biologis, psikologis maupun kecenderungan untuk bertindak. Pengertian hampir sama juga dikemukakan oleh Samon & Knrick (1994) yaitu bahwa emosi memiliki tiga komponen yang saling terkait: aspek fisiologis, ( yang mencakup sisetm saraf), aspek perilaku ( khususnya gerakan atau ekspresi wajah), dan aspek pengalaman fenomenologis ( yang melibatkan aspek koknitif dan perasaan). Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa emosi terjadi karena reaksi fisik, kognitif, psikologis dan  fenomena. Emosi dapat dibagi atas dua bagian yaitu: emosi positif dan emosi negatif. emosi positif misalnya: heppiness/joy, pride, love/affection dan relief (berakhirnya rasa yang menyakitkan).            Emosi negative adalah emosi utama yang dihasilkan dari pencapaian tujuan yang tidak selaras. Emosi negative misalnya: marah, ketakutan-kecemasan, rasa bersalah, malu, kesedihan, iri-cemburu dan jijik. Sedangkan emosi positif misalnya: heppiness/joy, pride, love/affection dan relief (berakhirnya rasa yang menyakitkan) salah satu emosi negative adalah kecemasan yang merupakan inti pembahasan pada penulisan ini.

 

Kecemasan

Kecemasan merupakan salah satu emosi negatif yang dihasilkan dari pencapaian tujuan yang tidak selaras. Menurut Averill (1988), kebanyakan orang yang diserang kepanikan tidak dapat menjelaskan apa yang Ia cemaskan dan apa yang harus Ia lakukan.

Menurut Freud kecemasan muncul ketika kita berada dalam bahaya, karena adanya stimulus yang berlebihan dan konflik pada masa oral, amal dan phalic dapat menjadi sumber dari kekecewaan dari kecemasan. Beker berpendapat bahwa jika kecemasan bersifat permanen / menetap maka akan merusak tubuh, bahkan seseorang dapat sekarat dan kehilangan identitas dirinya. Tema ketakutan dan kecemasan difokuskan pada ancaman yang tiba-tiba dan merusak.

Appraisais Pattern

Kecemasan merupakan emosi yang dinilai berdasarkan pada komponen:

  1. Jika ada tujuan yang relevan, maka dapat menimbulkan emosi, termasuk kecemasan.
  2. Jika ada tujuan yang tidak selaras (goal incongruence), kemudian kemungkinannya akan menimbulkan kecemasan
  3. Jika tile of ego – involvement ada untuk melindungi ego – identity – nya ketika keberadaan diri merasa terancam, sehingga menimbulkan kecemasan.

 

Kecenderungan tindakan kecemasan, cenderung dengan menghindar, mencari jalan keluar jika ada sesuatu yang menyakitkan muncul secara tiba-tiba, secara nyata akan menimbulkan kecemasan dan keadaan ketidakpastian akan menimbulkan kecemasan dan secara nyata ketika cemas cenderung tindakan yang dilakukan melarikan diri atau menghindar. Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa jika kecemasan bisa digunakan secara tepat, kecemasan dapat menyadarkan individu akan adanya bahaya yang datang dari luar maupun dalam. Kecemasan ringan sering dipandang konstruktif karena dapat merangsang individu untuk memfokuskan perhatian dan meningkatkan efisiensi dalam feformnya. Resiko yang ringan dirasakan sebagai stimulus dan tantangan untuk memicu individu untuk megembangkan diri.

Menurut Mira (Witt dan Wat, 1981) mengatakan bahwa kecemasan dapat bersifat adaptif bila keadaan tidak menyenangkan yang timbul dapat memotivasi individu untuk mempelajari cara-cara baru dalam menghadapi tantangan kehidupan.

Kecemasan yang abnormal merupakan kecemasan yang kronis. Adanya kecemasan tersebut menimbulkan perasaan dan tingkah laku yang tidak efisien. Menurut Buras (1988) ekcemasan dapat timbul karena adanya distorsi kognitif (penyimpangan) pola berpikir yang terjadi pada individu.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara kecemasan dan agresivitas.  Hal ini disebabkan karena individu yang mengalami kecemasan akan berdampak pada gangguan fungsi pikiran, fisiologis, psikologis serta organ tubuh lainnya. Dalam teori dikemukakan bahwa efek dari ganguan kognisi, fisik serta emosi sangat dimungkinkan memunculkan agresivitas. Distorsi kognitif mengganggu fungsi pemikiran sehingga berpengaruh terhadap preposisi proses berpikir dan terkait dengan hasil pemikiran tersesat, kondisi fisik yang terganggu mengakibatkan ketidak tenangan sehingga berakibat pada munculnya perilaku agresif diantaranya agresivitas. Demikian juga dengan kondisi emosional memiliki keterkaitan erat dengan perilaku agresif tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka orang tua dan guru di sekolah juga perlu memperhatikan kondisi perilaku anak , dan menciptakan lingkungan yang kondusif tenang, dan harmonis baik di rumah maupun sekolah agar tidak memicu munculnya ketegangan yang berevekkan kecemasan, dan memiliki dampak munculnya agresivitas di kalangan sekolah maupun masyarakat

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Albin, R.S 1993. Emosi: Bagaiman Mengenal Menerima dan Mengerahkannya

( M Birgit, penerj). Yogyakarta: Kanisius

Baron Roberts A. dan Byrne, Donn. 1997. Social Psichology Understending Human Interaction. Needham: Allyn dan Bacon

Berkowitz, L.M. 1995. Agresi Sebab dan Akibatnya. (Hartati Woro Susianti Penerj). Jakarta. PT. Pustaka Binaan

Burns, D.D. 1988. Terapi Kognitif, Pendekatan Baru Bagi Penanganan Depresi (Alih bahasa: Santosa). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Richard S. Lazarus. 1999. Emotion & Adaptation, Oxford University Press, New York

Goleman,D. 1997.Kecerdasan emosional: mengapa EI lebih penting dari IQ?

(T Hermaya, penrj). Jakarta Gramedia Utama.

Devison& Neale. 2006. Psikologi Abnormal ( Noermalasari Fajar penerj) Jakarta, Raja Grafindo Prasada